“A nation that destroys its soils destroys itself. Forests are the lungs of our land, purifying the air and giving fresh strength to our people.” ― Franklin D. Roosevelt
Franklin D. Roosevelt telah menggambarkan
bagaimana manusia membutuhkan alam untuk terus dapat bertahan hidup. Ia
memaknai bahwa tanah sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan sumber
kehidupan suatu bangsa yang keberlanjutannya sangat ditentukan oleh keadaan
hutan sebagai produsen O2 dan pengendali kualitas udara yang mereduksi
CO2 hasil pembakaran kendaraan bermotor dan aktivitas
industrialisasi. Menurutnya, hilangnya hutan adalah suatu bagian dari hancurnya
suatu bangsa dan juga hilangnya kekuatan alami bagi masyarakat yaitu udara
bersih.
Baru-baru ini tagar #UdaraBersihAdalahHakAsasiManusia
sempat menjadi trending topic di
beberapa media. Udara bersih merupakan bagian dari lingkungan hidup kita yang memiliki
peran sangat besar dalam kehidupan sehari-hari seluruh makhluk hidup. Akan
tetapi, dalam kenyataannya setiap hari peningkatan polusi udara terus terjadi, salah
satu contohnya adalah tingkat polusi udara di Kota Jakarta pada tahun 2019 yang
sangat buruk. Green Peace mencatat tingkat polusi udara di Jakarta Selatan mencapai
42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat mencapai 37.5 µg/m3. Dengan kata lain, konsentrasi
PM2.5 di Kota Jakarta mencapai empat kali lipat di atas batas aman tahunan
menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10 µg/m3. Angka tersebut
juga telah jauh melebihi batas aman tahunan menurut standar nasional yang
tercantum pada PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,
yaitu 15 µg/m3.
Polusi udara ini tidak hanya
terjadi di Indonesia tetapi hampir di seluruh dunia. Pada hari peringatan Lingkungan
Hidup sedunia, yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juni 2019 lalu di Tiongkok,
tema yang diangkat yaitu “polusi udara”. Tema ini diambil karena polusi udara
telah menjadi ancaman global yang semakin mengkhawatirkan dan mempengaruhi
kesehatan umat manusia dan kondisi lingkungan global. PBB
menyatakan 9 dari 10 orang sekarang menghirup udara yang tercemar. WHO
menyatakan hal ini menyebabkan krisis kesehatan global dengan 7 juta kematian
orang per tahun.
Polusi udara juga
membunuh 800 orang setiap jam atau 13 orang setiap menit. Jumlah itu 3 kali
lebih banyak dibandingkan kematian akibat malaria, tuberculosis, dan AIDS yang
digabungkan setiap tahun. Polusi udara dari sektor rumah tangga menyebabkan
sekitar 3,8 juta kematian dini setiap tahun. Sebagian besar terjadi di negara
berkembang, dan sekitar 60% dari kematian itu terjadi pada perempuan dan
anak-anak. Polusi udara bertanggung jawab atas 26% kematian akibat penyakit
jantung iskemik, 24% kematian akibat stroke, 43% akibat penyakit paru
obstruktif kronis dan 29% akibat kanker paru-paru. Pada anak-anak, polusi udara
terkait dengan berat badan lahir rendah, asma, kanker pada masa kanak-kanak,
obesitas, perkembangan paru-paru yang buruk, dan autisme.
Berdasarkan salah satu
penelitian yang dilakukan di Salt Lake City, Amerika Serikat pada bulan
Februari 2019, ditemukan fakta bahwa peningkatan kadar nitrogen dioksida
sebanyak 20 mikrogram per meter kubik udara berkorelasi dengan peningkatan
kasus keguguran hingga sekitar 16 persen. Dalam penelitian tersebut sekitar
1300 perempuan yang masuk ke unit gawat darurat setelah mengalami keguguran
dari tahun 2007 hingga 2015. Hasil penelitian menunjukkan, penyebab utama kasus
keguguran adalah naiknya kadar polutan nitrogen dioksida dalam masa satu minggu
sebelum keguguran.
Fenomena ini tidak
muncul secara tiba-tiba, melainkan dampaknya didasari oleh beberapa hal yang
sejatinya merupakan perbuatan dari ulah manusia sendiri. Lalu apa yang
menyebakan pencemaran udara ini? Sejumlah polutan global dan lokal termasuk didalamnya
karbon hitam atau jelaga, yang dihasilkan karena system pembakaran yang tidak
efisien dari sumber seperti kompor, mesin diesel dan gas metana. Setidaknya terdapat
lima sumber utama penyebab terjadinya pencemaran udara, diantaranya: pembakaran
bahan bakar fosil di dalam ruangan, kayu dan biomassa lainnya untuk memasak,
memanaskan dan menyalakan rumah; industri termasuk pembangkit listrik seperti
pembangkit listrik tenaga batu bara dan generator diesel; transportasi terutama
kendaraan dengan mesin diesel; pertanian terutama peternakan yang menghasilkan
metana dan ammonia, sawah, yang menghasilkan metana dari pembakaran limbah
pertanian.; dan pembakaran sampah terbuka dan sampah organic di tempat
pembuangan sampah. Secara akumulatif sekitar 25% polusi udara sekitar perkotaan
berasal dari partikel halus yang dihasilkan oleh aktivitas transportasi, 20%
oleh pembakaran bahan bakar domestik dan 15% oleh kegiatan industri termasuk
pembangkit listrik.
Seriusnya dampak yang
ditimbulkan oleh polusi udara ini, maka PBB membuat gerakan #beatAirPollution
yang saat ini sedang di upayakan berbagai pihak. Gerakan ini bertujuan untuk mengurangi
polusi udara, mengembangkan alat untuk mendukung pembuatan kebijakan tentang
polusi udara dan mitigasi perubahan iklim, mengurangi angka kematian dan
penyakit yang ditimbulkan akibat polusi udara, dan berbagai alat industri dan
transportasi yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, 82 dari 193 negara memiliki
insentif yang mempromosikan investasi dalam produksi energi terbarukan,
produksi bersih, efisiensi energi, dan pengendalian polusi.
Dalam mewujudkan hal
ini, komitmen pemerintah sangat dibutuhkan. Salah satu bentuk komitmen yang dilakukan
pemerintah hari ini dapat dilihat dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66
Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang menjadi lokomotif bagi
untuk menyediakan transportasi publik dalam mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi sehingga emisi gas carbon dapat berkurang. Selain itu bentuk komitmen
pemerintah untuk menggunakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan harus
dilaksanakan, dikarenakan pada kondisinya PLTU selama ini merupakan penyumbang
polusi udara yang cukup besar, khususnya di Indonesia. Pengetahuan masyarakat
tentang polusi udara juga harus ditingkatkan, agar dalam upaya penanggulangan puolusi
udara, masyarakat juga turut dapat berperan aktif.
Penulis: Ummu, Nur Aeni, dan Faiz (Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota UIN Alauddin Makassar)