Manusia
hidup didalam ruang yang memiliki rotasi waktu yang terus bergerak dari waktu
ke waktu. Dalam menjalankan aktifitasnya didalam ruang, manusia senantiasa
menghadapi ketidakpastian (uncertainty),
dan ketidakpastian tersebut berdimensi waktu (pada masa yang akan datang).
Entah itu satu menit kedepan atau puluhan hingga ratusan tahun kedepan.
Pada
hakikatnya, manusia akan cenderung berupaya untuk mengurangi ketidakpastian
tersebut, dan dalam menghadapinya, manusia menggunakan berbagai pendekatan,
baik secara rasional maupun irrasional. Pada pendekatan irrasional, lahirlah
profesi-profesi sepert ahli ramal, paranormal, dan sebagainya. Sebaliknya, pada
pendekatan rasional, manusia menjadi seorang “perencana” untuk melakukan
perencanaan dalam menyikapi ketidakpastian dengan tindakan-tindakan yang tepat,
seperti misalkan; saat kita ingin merencanakan waktu untuk berlibur, pada saat
itu juga kita mulai menentukan tujuan liburan kita akan kemana, kendaraan apa
yang akan kita gunakan, berapa lama kita berlibur, dan seberapa besar biaya
yang dibutuhkan. Oleh karenanya, istilah “perencanaan” sebenarnya sangat dekat
dengan kehidupan kita sehari-hari.
Hall
(2002) menerjemahkan istilah “perencanaan” sebagai kegiatan umum sehari-hari
untuk menyusun dan mengurutkan langkah-langkah dan tindakan dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Dengan begitu
dalam “perencanaan” terdapat beberapa unsur pembentuk didalamnya, diantaranya;
(1) ada tujuan yang harus ditetapkan, (2) dilakukan penyusunan langkah-langkah
untuk mencapai tujuan tersebut.
Alexander
(dalam Catanese, dan Snyder, 1986) menyampaikan unsur-unsur pembentuk
“perencanaan” yang dikumpulkan dari beberapa penulis, diantaranya:
1. Perencanaan merupakan
salah satu kegiatan dasar manusia.
2. Perencanaan memberikan
pilihan rasional.
3. Perencanaan berperan
sebagai pengendali tindakan masa depan.
4. Perencanaan merupakan
salah satu cara pemecahan masalah.
5. Perencanaan adalah
kegiatan dilakukan oleh perencana (baik negara, swasta, ataupun masyarakat).
Jelasnya,
“perencanaan” dapat digambarkan melalui suatu proses sebagai berikut:
Perencanaan (Wilayah dan Kota)
“Perencanaan”
(Wilayah dan Kota) tidak hanya berdimensikan waktu, akan tetapi juga mengaitkan
dimensi ruang didalamnya. Hal ini diterjemahkan pada kata “Perencanaan” yang berasal
dari akar kata “plan”. Kata plan bersumber
dari bahasa prancis, yaitu “planus”
atau datar. Istilah ini bermakna sama dengan kata “plane” (bidang, permukaan), dan “plain” (dataran). Hal ini terkait dengan pengertian “gambar diatas
bidang datar” atau “gambar peta/denah” sebagai representasi fisik dari suatu
hal yang ingin dikerjakan, seperti; bangunan-bangunan atau kawasan, kota maupun
wilayah. Telah banyak dijumpai bergam
artefak tentang bukti adanya aktifitas perencanaan dimasa lampau, seperti
pembangunan kuil, candi, pura, masjid, gereja, istana, kompleks istana
kerajaan, kompleks pasar pemerintahan, pusat-pusat permukiman tua, kota tua,
dan lain sebagainya (Rustiadi, 2018).
Adapun
dalam “perencanaan” (Wilayah dan Kota) biasa dikenal 3 cakupan ruang yaitu: (1)
mikro, (2) mezo, dan (3) makro. Cakupan mikro merupakan cakupan ruang paling
kecil, yang terdiri atas ruang dalam bangunan, bangunan, dan kompleks bangunan.
Cakupan mezo terdiri dari sebagian area yang mencakup ruang kawasan atau bagian
dari kota, sedangkan makro merupakan ruang yang mencakup mulai dari kota,
wilayah (region), hingga tingkat nergara (nasional). Walaupun demikian, dalam
praktiknya, ranah penanganan bidang “perencanaan” (Wilayah dan Kota) hanya
mencakup ruang mezo dan makro. Seperti pada cakupan mezo kita mengenal istilah Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR), sementara cakupan mazo kita mengenal istilah Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Lebih
lanjut, dalam dimensi waktu, cakupan perencanaan terbagi kedalam 3 yaitu: (1)
perencanaan jangka pendek yaitu perencanaan dalam kurun waktu 1 tahun seperti
Rencana Kerja SKPD, (2) perencanaan jangka menengah yaitu perencanaan dalam kurun
waktu 5 tahun seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan
(3) perencanaan jangka panjang yaitu perencanaan dalam kurun waktu 20 tahun seperti
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Bayer, et
al (2010) secara lebih lengkap
menjelaskan dimensi perencanaan (Wilayah dan Kota) sebagai berikut:
1. Perencanaan (Wilayah
dan Kota) terkait dengan masa depan; perencanaan (Wilayah dan Kota)
mengumpulkan data masa lalu sampai masa kini untuk menganalisis kondisi yang
akan dihadapi dimasa depan; berangkat dari situ, kita kemudian menentukan visi
ke masa depan lalu menentukan langkah-langkah strategis yang kita sebut sebagai
rencana.
2. Perencanaan (Wilayah dan
Kota) terkait dengan tempat; perencanaan (Wilayah dan Kota) mencakup penataan
ruang seperti penggunaan lahan (pola ruang), atau tata letak infrastruktur
(Struktur ruang). Sederhananya perencanaan (Wilayah dan Kota) menata bentuk
kota dimasa yang akan datang.
3. Perencanaan (Wilayah
dan Kota) membantu suprastruktur (penentu kebijakan) untuk membuat arahan
strategi kebijakan; didasarkan atas tujuan yang ingin dicapai dimasa yang akan
datang, para perencana menyusun beberapa alternatif penataan Wilayah dan Kota
dimasa yang akan datang.
Jelasnya
dapat digambarkan dalam suatu mekanisme perencanaan (Wilayah dan Kota) sebagai
berikut:
Dalam menuju
kondisi ruang Wilayah/Kota yang diharapkan dimasa akan datang, maka para
perencana (Negara, Swasta, atau Masyarakat) melakukan perencanaan dengan berlandaskan
kepada keadaan (data) waktu dimasa lalu hingga kondisi yang ada sekarang ini. Berangkat
dari sana, maka proses analisis data menjadi penguhubung antara kondisi
Wilayah/Kota dimasa sekarang dan masa yang akan datang, sehingga proses inilah
yang kemudian menghasilkan suatu informasi untuk menyusun arahan kebijakan
perencanaan yang mernjadi dasar dalam kegiatan pembangunan di suatu
Wilayah/Kota.
Penulis: Febrianto Samin