Oleh : Akbar B. Mappagala
Hari
Bumi Sedunia (world earth day) yang jatuh pada tanggal 22 april yang
diperingati setiap tahunnya merupakan bentuk apresiasi dan peningkatan
kesadaran manusia terhadap tempat tinggal yang dihuni oleh manusia sampai saat
ini. Beentuk apresiasi dan kesadaran tersebut diejawantahkan kedalam berbagai
kegiatan sebagai simbolisasi dalam memperingati hari bumi. Beberapa organisasi,
lembaga, komunitas maupun individu seakan bersambut melakukan aksi. Salah
satunya dengan gerakan 60+ yang melakukan kampanye mematikan lampu selama 60
menit sebagai bentuk penghematan energi yang telah banyak diberikan oleh bumi.
Ada juga yang melakukan kampanyenya dengan aksi berupa karya sastra seperti
teatrikal, puisi serta karya seni lainnya yang betujuan menyadarkan masyarakat
akan pentingnya menjaga kelestarian dan keberlangsungan kehidupan di bumi
dengan tidak melakukan ekploitasi yang berlebihan pada lingkungan dan
sumber-sumber energi, sehingga terus dapat digunakan oleh generasi selanjutnya.
Hari
bumi harus dimaknai sebagai langkah awal dan bentuk dari kepedulian terhadap
keberlanjutan ekologi. Agar tidak menjadi sekedar acara sereonial belaka, dan
harus diikuti dengan meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa bumi yang kita
huni saat ini merupakan sesuatu yang sangat berharga, asset masa depan, perlu
dijaga dan punya daya dukung serta daya tampung. Apabila terus
dikeruk sumber dayanya tanpa memikirkan solusi yang berkelanjutan maka suatu
saat dimasa depan akan memberikan peringatan-peringatan dalam bentuk gejala dan
bencana alam seperti yang sudah sering terjadi belakangan ini. Secara teologi,
Mengutip firman Tuhan dalam Q.S Ar-Ruum (30):41 bahwa “kerusakan
didarat dan dilaut, karena perbuatan tangan manusia. Untuk merasakan kepada
mereka sebagian dari perbuatan mereka sendiri. Supaya mereka itu kembali
kejalan yang benar” . firman tuhan tersebut adalah peringatan bahwa
manusia bisa menjadi perusak jika melakukan ekploitasi yang berlebihan tanpa
melihat kelangsungan dan keberlanjutan lingkungan dimasa depan.
Beberapa
bencana alam yang terjadi belakangan ini khusunya yang melanda kawasan
perkotaan adalah gejala dari ekploitasi manusia yang berlebihan terhadap
ruang-ruang di dalam bumi tanpa memikirkan pencegahan dan penanggulangannya
terlebih dahulu. Bencana banjir salah satunya. Terjadi di beberapa kota di
Indonesia misalnya di bandung , Makassar, mamuju dan Jakarta. Penyebabnya sudah
jelas menurut beberapa analisa pakar adalah adanya pembangunan yang tidak
teratur, ekploitasi berlebihan terhadap lingkungan, serta mengabaikan daya
dukung dan daya tampung ruang.
Gejala
alam lain yang juga terjadi adalah perubahan iklim. Perubahan iklim yang kini
menjadi wacana global yang terus menjadi bahan diskusi di berbagai Negara.
Dalam konteks perubahan iklim, Laporan IPCC 2014 menyebutkan sector-sektor
penyumbang emisi gas rumah kaca adalah sektor listrik (25%), sektor pertanian,
kehutanan, dan guna lahan (24%), sektor industri (21%) serta sektor tranportasi
sebesar (14%) perubahan Iklim yang berlangaung secara terus menerus
akan berakibat pada terjadinya bencana alam dan kerusakan. Kenyataan
ini harus dilihat sebagai sebuah peringatan dini (early warning) ,
bahwa suatu saat dimasa depan bisa jadi manusia akan mengalami kepunahan atas
perilakunya sendiri. Padahal proses tersebut bisa dicegah dan di tanggulangi
sehingga dampaknya bisa direduksi sejak dini.
Keberlajutan
Ekologi
Salah
satu konsep yang menarik yang di tawarkan oleh Arne Naes dalam buku Sonny
keeraf berjudul ”etika Lingkungan”,
apa yang disebutnya sebagai “keberlanjutan
ekologi yang luas“ sebagai alternatife wacana menyelamatkan
lingkungan, sumber daya alam dan ekosistem selain wacana pembangunan
berkelanjutan. Paradigma ini memberikan gagasan terhadap pemahaman pertumbuhan
kehidupan ekonomi dengan berbasis basis pada ekologi yang sekaligus memberikan
tingkat kehidupan yang layak (Peningkatan kulitas dan standard
hidup) tidak saja saja hanaya pada faktor ekonomi tetapi juga aspek sosial
budaya. Hal yang signifikan dari pendekatan ini adalah digunakannya tolok ikur
keberhasilan tingkat kehidupan manusia tidak hanya berdasarkan kemajuan
material melainkan kualitas hidup dalam arti sesungguhnya yang tidak saja pada
individu melainkan juga konteks kehidupan lingkungannya. Dengan kata lain kualitas
kehidupan yang dicapai menjamin kehidupan ekologi, sosial-budaya dan ekonomi
secara proporsional. Gaya hidup yang dibangun tidak lagi memberikan orientasi
yang berlebihan terhadap konsumsi dan produksi melainkan gaya hidup yang
menekankan kulaitas kehiduan bukan standard material kehidupan.
Menurut
Marfai Paradigma keberlajutan ekologi memberikan arti yang signifikan dan hanya
dapat dilakukan apa bila kesadaran kolektif dan hasrat untuk meningkatkan
kualitas kehidupan manusia dalam arti yang sesunggungnya dengan melakukan
perubahan mendasar pada kebijakan pembangunan yang memberikan prioritas dan
kelestarian pada bentuk-bentuk kehidupan. Selain itu perubahan mendasar juga
harus terwujud pada masing-masing individu manusia untuk memberikan
keberpihakan pada pelestarian lingkungan sebagai bentuk dari moralitas
lingkungan.
Bumi
telah memberikan segala kekayaannya berupa sumberdaya alam dan lingkungan yang
berlimpah untuk kehidupan umat manusia, adalah suatu amanat memberlakukannya
secara arif dan bijaksana sehingga dapat bermanfaat secara nyata bagi kualitas
kehidupan manusia dengan tetap menjamin keberlangsungan hak-hak kehidupan
makhluk lain dimasa masa depan dan keberlangsungan ekosistem di dalamnya.
Dengan begitu keberlajutan ekologi akan memberikan kemungkinan dan harapan yang
lebih besar terhadap kelestarian bumi berserta isinya. Sebab sesungguhnya makna
kebajikan tidak hanya terbatas pada kabajikan antar manusia dan manusia,
manusia dan Tuhannya, namun juga antar manusia terhadap seluruh komponen ekosistem
dan lingkungannya. .
Selamat
Hari Bumi…
Mari
menjaga bumi, hingga Tuhan mengambilnya kembali….