Oleh : Akbar B Mappagala S.
“Tahun Politik”, begitulah
tema diskusi yang cukup ramai dibicarakan diawal tahun 2018, dulas di berbagai
media baik sosial maupun elektronik. Ada 171 pemilihan kepala daerah baik
gubernur, walikota maupun bupati di beberapa daerah di wilayah Indonesia yang
akan dilaksanakan pada 27 juni 2018. Pemilihan kepala daerah menjadi penting
bagi perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, sebab sejak 2015 KPU telah
menyelenggarakan pilkada serentak di berbagai daerah untuk memilih kepala
daerah dengan proses yang demokratis. Perkembangan demokrasi indonesia sudah
cukup baik walaupun masih perlu berbagai perbaikan yang terus harus dilakukan
oleh semua pihak. Utamanya dalam menjalankan amanat undang-undang dasar 1945
yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia yang sampai saat ini masih
belum tercapai setelah 72 tahun indonesia merdeka. Perkembangan demokrasi
tersebut diringi dengan terus terbukanya akses masyarakat dalam mengontrol
kebijakan pemerintah dan beberapa program pembangunan. Pilkada ditahun politik
menjadi harapan bagi masyarakat terhadap peningkatan kesejateraan dan keadilan
sosial yang hanya dapat diwujudkan oleh pemimpin daerah yang punya integritas
dan ikhlas bekerja untuk rakyat.
Seiring dengan perkembangan
politik dan pemilihan kepala daerah yang menghasilkan pemimpin daerah yang akan
menjalankan roda pembangunan dan pemerintahan, ada harapan besar dari momentum
ini, utamanya dalam sudut pandang perencanaan dan penataan ruang. Sebab kepala
daerah memiliki posisi yang vital dalam menata dan merecanakan daerah yang
dipimpinnya kearah yang lebih baik. Ini telah diatur dalam pasal 65 UU No. 23
tahun 2014, bahwa wewenang kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) dalam
menetukan arah pembangunannya termasuk dalam menghasilkan produk perencanaan
baik rencana umum (RT/RW dan Provinsi/Kabupaten) maupun rencana rinci tata
ruang (RDTR/RTR Kawasan Strategis). Kemudian wewenang lain juga diatur dalam
pasal 7 UU No 26 tahun 2007 menyatakan bahwa pemerintah daerah diberi
kewenangan oleh Negara dalam penyelengaaraan penataan ruang. Tentunya
kewenangan tersebut menjadi sangat penting. Ketika wewenang yang telah
diamanatkan, dilaksanakan dengan maksimal oleh setiap kepala daerah maka wujud
dan tujuan dari penataan ruang akan tercapai.
Tercapainya tujuan penataan
ruang menjadi hal mutlak yang harus dicapai dalam setiap perencanaan. Ruang
yang menjadi tempat masyarakat melangsungkan kehidupan menjadi penting untuk
terus di tata dan rencanakan. Sebab kehidupan terus berlajut dan perkembangan
terus berjalan begitu cepat sementara pembangunan harus terus didukung dengan
perencanaan yang tepat dan mampu mengakomodir fenomena globalisasi pada semua
aspek. Ruang harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan masyarakat
yang akan datang. Dengan begitu kelesatarian ruang menjadi hal penting yang
harus dipenuhi dengan harapan agar sinergitas pemerintah daerah dalam
menentukan arah pembangunan mampu menjamin harapan hidup masyarakat dapat
terwujud.
Berbagai persoalan penataan
ruang yang terjadi di beberapa wilayah di indonesia menjadi pengalaman penting
masyarakat dalam menentukan pilihan. Beberapa persoalan tersebut terjadi akibat
kebijakan perencanaan dan penataan ruang masih belum terakomodir dalam proses
pembangunan. Misalnya saja pembangunan pabrik Semen swasta di daerah Jawa
Tengah yang menjadi persoalan rumit antara Pihak pengembang, pemerintah dan masyarakat.
Konflik kepentingan tersebut terjadi akibat aturan yang tumpang tindih dan
pemerintah yang fokus pada peningkatan ekonomi semata sehingga abai terhadap
aspek lain yang menujang keberlangsungan. Persoalan lain misalnya kebijakan
pemberian izin operasional tambang dan perkebunan yang juga banyak menuai
persoalan di berbagai wilayah, Masalah perebutan lahan antara swasta dan
masyarakat tidak mampu diselesaikan dengan produk rencana yang telah dibuat
sehingga menjadikan pelanggaran tata ruang yang seolah dilegalkan. Belum lagi
soal perebutan wewenang terhadap hutan adat yang aturannya sudah jelas serta
persoalan banjir dan kemacetan yang tidak kunjung tuntas diselesaikan oleh
Kepala Daerah.
Menurut ketua IAP Bernadus
Djonoputro dalam tulisannya di harian
kompas, menyatakan bahwa tata ruang dalam prosesnya kerap
meninggalkan dimensi kemanusiaan, karena lebih focus pada konektivitas
infrastruktur. Ini yang disebut sebagai dehumanisasi perencanaan, yang apabila
dibiarkan akan melahirkan ruang-ruang yang tidak layak huni karena menerobos
daya dukung lingkungan (carrying capacity), delineasi ekoregion dan optimasi
ruang. Tentunya persepsi tersebut diamini oleh kondisi dan realitas yang ada
saat ini, dehumanisasi dimulai dari proses perencaan/penataan pembangunan
hingga hasil akhir dari produk perencanaan. Kemudian pertumbuhan ekonomi
investasi dan percepatan pembangunan infrastuktur menjadi terhambat karena
konflik ruang. Proyek strategis bertabrakan dengan rencana di level nasional
maupun lokal. Masalah tersebut memerlukan koordinasi dan kebijaksanaan antara
pemimpin daerah dan pemerintah pusat dalam mengambil sikap tanpa menyampingkan
hak dan kepentingan masyarakat. Pemimpin yang dibutuhkan sebagai pembawa
harapan akan terwujudnya ruang yang aman nyaman produktif berkeadilan dan
berkelanjutan.
Dari beberapa persoalan
tersebut kunci penyelesaiannya adalah mematuhi dan menerapkan kebijakan sesuai
prosedur yang telah tercantum dalam produk rencana. Kemudian Kepala daerah
selaku penentu kebijakan penataan ruang di daerahnya masing-masing melakukan
koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan agar tidak tejadi konflik dalam
proses pembangunan. Memastikan keberlangsungan/kelestarian ruang dalam setiap
proses pembangunan sebagai prinsip mutlak yang harus terpenuhi. Kesemuanya itu
hanya dapat diakukan oleh kepala daerah yang memiliki integritas dan track
record yang baik. Maka, dengan diselenggarakannya pemilihan kepala daerah,
harapan masyarakat kembali terbuka untuk menentukan arah pembangunan dan
penataan ruang yang sesuai dengan aturan, dengan memilih pemimpin berdasarkan
visi dan misi yang jelas dan betul-betul mampu mewujudkan penataan ruang yang
aman, nyaman, produktif, berkeadilan dan berkelanjutan dalam mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.
*Penulis merupakan Alumni
Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah
Republish dari washilah.com
(2/03/18)