Sebagai sebuah wadah, ruang
memiliki isi didalamnya yang terdiri dari manusia, alam dan makhluk hidup
lainnya. Karakteristik dari ketiga hal tersebut berbeda-beda pada setiap
ruang-ruang di muka bumi. Asia timur berbeda dengan Asia tenggara, Indonesia berbeda
dengan Malaysia dan Filipina. Karakteristik yang berbeda ini, menyebabkan
penanganan yang berbeda-beda pula di setiap ruang wilayah, baik dari segi
ekonomi, sosial, infrastruktur, kebijakan, dan sebagainya.
Berbeda dengan Negara lain,
di Indonesia sendiri menyimpan kekayaan sumberdaya alam yang beragam didalam
ruangnya, yang tersebar di 13.487 pulau yang dimilikinya. Tidak hanya itu,
selain memiliki sumberdaya alam yang beragam, Indonesia sebagai negara ke 4
(empat) terbesar di dunia dalam hal jumlah populasinya, dianugerahi dengan begitu banyak karakteristik suku
bangsa yang hidup didalamnya, yang dimana terdapat sebanyak 1.300 jenis suku
bangsa, yang tercatat hingga akhir tahun 2014.
Lebih lanjut, karakter suku
bangsa yang beragam tersebut, memiliki tantangan tersendiri dalam pembangunan
di Indonesia. Adapun, tantangan tersebut dilrik dari bagaimana kemudian
pemerintah dapat menciptakan suatu pembangunan yang merata, dengan bercermin
kepada beragamnya karakter, adat istiadat, serta agama, yang kehadiranya
tersebut tidak hanya dijadikan sebagai suatu objek pembangunan, tapi juga suatu
subjek yang turut serta berkontribusi aktif dalam pembangunan. Adapun hal
tersebut menjadi seirama, terhadap tantangan penataan ruang yang berkeadilan
dalam keberagaman.
Oleh karenanya, demi
menciptakan penataan ruang yang berkeadilan dalam keberagaman. Maka
dibutuhkanlah suatu konsep kota yang berasaskan pada pancasila. Lalu kenapa
pancasila? Hal ini karena proses urbanisasi, yang menggerakan perpindahan
penduduk (berbagai suku) dari daerah ketengah kota, telah mengakibatkan
Kota-kota besar di Indonesia terbentuk layaknya seperti sebuah Negara kecil.
Disanalah mereka bercampur aduk, dan berinteraksi satu sama lain dalam berbagai
kepentingan yang ada. Sehingga, pancasila hari ini, tidak hanya sekedar berlaku
pada wawasan Nusantara saja, tapi juga harus hadir hingga kepada tataran
Kota-Kota Besar di Indonesia.
Kita pasti biasa mendengar
istilah kota-kota yang berpredikat kota layak pemuda, kota layak anak, layak
huni, kota wisata halal, atapun kota dunia. Tapi, adakah dari kita, yang pernah
mendengar kota dengan predikat kota pancasila, Tentu tidak. Karena tidak ada
teori satupun yang menjelaskan hal tersebut, Itu hanyalah sebuah tanggapan,
melihat potret Kota-kota yang telah kehilangan rasa Nasionalismenya.
Seperti halnya dengan
predikat-predikat yang telahada lebih dulu, kota pancasila juga memiliki
indikator pembentuk yang tersusun didalmnya. Indikator ini diambil dari 5
(lima) butir pancasila yang menjelma menjadi suatu poin penilaian pembentuk
predikat kota pancasila. Adapun poin tersebut bersumber dari bebrapa konsep
kota yang telah ada, lalu digabung menjadi satu menjadi suatu konsep yang baru
yaitu kota pancasila. Adapun indikator tersebut diantaranya;
Tingkat Toleransi Umat
Beragama
Tingkat
toleransi umat beragama merupakan sikap dari nilai-nilai religius yang terdapat
pada sila pertama pancasila yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Adapun,
Setara Institute mengeluarkan hasil penelitian Indeks Kota Toleran pada 2015.
Peneliti Setara Institute Aminudin Syarif mengatakan, dalam penelitian
tersebut, ada sepuluh kota yang dipilih sebagai kota toleran karena tidak
pernah ada peristiwa yang menyebabkan konflik dan pelanggaran kebebasan
beragama.
Penilaian
ini diperoleh melalui beberapa variabel seperti regulasi pemerintah atau
peraturan daerah yang dinilai diskriminatif, respon pemerintah terhadap
insiden, regulasi sosial, dan demografi agama.
Hak Asasi
Manusia
Selanjutnya,
hak asasi manusia merupakan sikap yang timbul dari nilai “Kemanusiaan yang adil
dan beradab”, dengan hal tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Hukum
dan HAM No. 34 Tahun 2016, mengeluarkan kebijakan tentang kriteria penilaian
kab/kota peduli HAM. Dengan 7 variabel penilaian diantaranya, Hak atas
kesehatan, pendidikan, perempuan dan anak, kependudukan, pekerjaan, perumahan
yang layak, serta hak atas lingkungan yang berkelanjutan.
Gotong
Royong
Sikap
gotong royong menggambarkan tentang niali “persatuan” yang kokoh. Oleh karena
itu variabel yang dapat digunakan untuk menilai indikator tersebut ada dua,
yang pertama dengan melihat seberapa besar program-program pemerintah daerah
mengangkat suasana gotong royong ke tengah-tengah masyarakat, serta mengukur
seberapa besar tingkat kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau terhadap
pegaruhnya akan perkembangan inerkasi masyarakat yang ada didalmnya.
Good
Governance
Pemerintahan
yang baik dengan patisipasi masyarakat didalamnya telah mengangkat nilai
“permusyawaratan” didalamnya. Oeh sebab itu variabel daripada indikator ini,
mengacu pada apa yang dikeluarkan UNDP (United
National Development Planning) tentang good governance, yang terdiri dari Keterlibatan masyarakat,
kebebasan memperoleh informasi, berorientasi pada kepentingan masyarakat,
adanya pertanggungjawaban publik, serta efisien dan efektifitas dalam setiap
program yang berjalan.
Keadilan
Ruang-ruang
yang terdiri dari tanah, air, dan laut telah menjadi komoditas yang
diperjualbelikan, sehingga hal tersebut kemudian mengambil hak-hak yang
seharusnya menjadi milik sebagian masyarakat. Oleh karena itu, tata ruang dalam
perananya harus dibentuk secara “adil”, dengan melihat : keadilan bagi rakyat
miskin, keadilan bagi penyandang disabilitas, keadilan bagi perempuan, keadilan
bagi anak kecil, serta keailan bagi para lansia.
Akhir Kata
Indikator-indikator
diatas seluruhnya harus dipenuhi, bilamana ingin mencapai kota pancasila. Kota
pancasila berkonsep pada nilai-nilai masyarakat yang beragam degan karkteristik
masyarakat yang memiliki sikap gotong royong,
Indikator-indikator
tersebut dituntaskan, baik secara fisik wilayah yaitu infrastruktur maupun
secara sosial, dan kebijakan. Konsep ini memang belum ada sebelumnya, tapi dari
sinilah mungkin kita akan mengembangkan kota yang sesuai dengan cita – cita
lama Negara kita, yaitu rakyat makmur, adil, sejahtera.
Penulis : Febrianto Samin