Oleh Dr.
Luthfi Muta'ali, M.SP*
Suatu
kebanggaan, hari ini (22-Juli 2107), Presiden RI Bapak Joko Widodo hadir
mengunjungi almamaternya, UGM untuk memberikan kata sambutan dan keynote speech
dalam Kongres Pancasila ke IX. Beberapa kata kunci penting yang beliau
sampaikan diantaranya kebanggaan terhadap Pancasila yang seringkali beliau
ceritakan kepada kepala negara lain tentang bagaimana RI menjaga persatuan dan
keragaman dengan Pancasila. Bahkan beliau berharap Pancasila sebagai dasar
negara ini bisa jadi rujukan masyarakat internasional untuk membangun kehidupan
yang damai, adil, dan makmur di tengah kemajuan dan kemajemukan dunia. Oleh
karena itu beliau berharap kepada rektor, guru besar, dosen serta guru untuk
dapat membekalai anak Bangsa dengan Pancasila untuk penguatan karakter bangsa
Indonesia.
Pasca
reformasi 1998 memang Pancasila mulai kehilangan pamor dan marwahnya dan
mencapai puncaknya tahun 2017 dengan momentum PILKADA Jakarta yang memunculkan
“huru-hara politik” yang cukup menggemparkan. Pemerintah mengambil kesimpulan
tentang ancaman keberagaman, radikalisme dan isu-isu keretakan dan disintegrasi
Bangsa, salah satu penyebab utamanya adalah mulai ditinggalkannya ideologi
negara yaitu Pancasila dalam berbangsa dan bernegara. Untuk memoerkuat
kesimpulan tersebut dibentuklah lembaga baru sebagai penjaga Pancasila yaitu
Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) atau UKP Pancasila,
yang diketuai Yudi Latif dan melibatkan 9 tokoh-tokoh nasional sebagai
pengarah.
Masih
teringat kuat dalam ingatan saya atau pada generasi yang seumuran dengan saya
tentang penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yaitu
metode “paksa” menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara,
mulai SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi semuanya ditanamkan nilai-nilai
Pancasila. Persoalan apakah semaian tanaman Pancasila tersebut menumbuhkan
pohon dan buah ataukah hanya proyek pemerintah, itu urusan belakangan.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang ditanamkan sayangnya tidak dibarengi dengan
contoh dan praktek prilaku pemimpin dan pemerintahan yang baik, sehingga
tanaman Pancasila itupun layu. Pancasila itu riil ada dan dimengerti rakyat
Indonesia tetapi tidak masuk dalam jiwa. Pancasila untuk dihapal dan dimengerti
tapi bukan untuk di implementasi.
Menguatnya
semangat untuk “kembali” berPancasila ini membangkitkan tanya dalam diri saya
tentang reposisi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam Pembangunan
(Wilayah). Bagaimana caranya?. Saya ingin mendiskusiakannya dengan memposisikan
dan mencocokkan Sila-sila Pancasila ke dalam tujuan pembangunan wilayah, yaitu
growth, equity, welfare, dan sustainability. Dengan kata lain, Pembangunan
Wilayah Berbasis Pancasila adalah upaya untuk mewujudkan pertumbuhan wilayah
yang kuat dan stabil, pembangunan yang lebih merata baik secara social maupun
spasial, yang memberikan jaminan kesejahteraan masyarakat didalamnya serta
berlangsung dalam suasana yang berkelanjutan, sehingga capaian pembangunan yang
optimal tidak hanya berlaku untuk masa kini, tetapi juga menjamin kesinambungan
manfaat pada masa dating.
Sila
pertama ke Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi ruh dalam pembangunan wilayah,
khususnya senantiasa mengakui bahwa capaian hasil tujuan pembangunan wilayah
adalah anugerah Tuhan. Religiusitas wilayah menjadi landasan dasar pembangunan.
Dengan sila pertama, maka pembangunan wilayah tdk hanya berdimensi bumi, namun
juga "langit". Sikap saling menghargai, menghormati, saling saling
bekerja sama antar pemeluk agama yang beragam, akan menciptakan harmoni sosial
yang kuat sebagai prasyarat dasar stabilitas pembangunan. Dalam beberapa kasus,
konflik SARA khususnya Agama adalah penyakit pembangunan wilayah yang paling
destruktif.
Sila
kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, memiliki relevasi tertinggi dengan
tujuan pembangunan khususnya equity and welfare. NIlai-nilai sila kedua ini
mengamanatkan tentang dimensi keadilan khususnya persamaan derajad, persamaan
hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya. Semua Rakyat Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan
beradab atau menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dimensi keadilan tidak
hanya mencakup keadilan sosial tersebut di atas, tetapi juga keadilan spasial dimana
semua wilayah Indonesia berhak diperlakukan secara adil dalam pembangunan.
Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi dan wilayah Indonesia bagian timur berhak
memiliki tingkat kemajuan yang relatif sama dengan saudaranya Jawa, Bali dan
Sumatera. Keadilan sosial dan spasial adalah prasyarat terbentuknya
kesejehtaraan masyarakat.
Sila
ketiga Persatuan Indonesia, dapat menjadi etos dan semangat dalam pembangunan
wilayah khususnya jika melihat konfigurasi geografis Indonesia yang kepulauan
dengan keragaman karakter sosial budaya yang cukup potensial menjadi ancaman
disintegrasi Bangsa. Maka, dalam pembangunan wilayah harus dilandasi oleh
semangat persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Selain sistem konektifitas dan integrasi wilayah yang harus terus dibangun,
maka meningkatkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia juga
akan memberikan energi positif bagi proses perkembangan wilayah. Persatuan
Indonesia menjadi landasan dasar terwujudnya tujuan pembangunan sustainability,
baik secara sosial, ekonomi, budaya maupun politik dan HANKAM.
Sila
keempat yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan menjadi bagian terpenting dari proses manajemen
berbangsa dan bernegara termasuk dalam pembangunan wilayah. Sila ini
mengamanatkan tentang bagaimana pemimpin wilayah harus senantiasa memimpin
daerahnya dengan penuh hikmat kebijaksanaan dimana setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Selain itu, dalam setiap
proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kebijakan pembangunan, mulai
dari proses perencanaan sampai implementasi pembangunan harus dilaksanakan
dengan musyawarah, mufakat untuk kepentingan bersama dengan penuh suasana
kekeluargaan. Sistem manajemen pembangunan wilayah yang dilandasi pada
nilai-nilai pancasila sila keempat diharapkan akan menjamin keberlangsungan
pembangunan dengan baik.
Sila
kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi tujuan umum
dalam setiap upaya pembangunan wilayah. Empat tujuan pembangunan wilayah yaitu
growth, equity, welfare, dan sustainability, kesemuanya akan terwujud dengan
baik jika keadilan sosial telah mampu dirasakan oleh semua masyarakat dan semua
wilayah penjuru tanah air. Semangat luhur dari sila kelima ini adalah
mengembangkan perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Dalam bahasa akademik diungkapkan dengan istilah penguatan
modal sosial serta kearifan lokal yang menjadi penciri modal utama masyarakat
Indonesia.
Pembangunan
wilayah adalah upaya melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
Pendekatan
regional muncul akibat pola pemusataan pembangunan (nasional) pada
wilayah-wilayah tertentu sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan dan
ketidakadilan pembangunan. Fakta regional menunjukkan hasil-hasil pembangunan
ekonomi terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera (yang mencapai 80%), sedikit banyak
telah mengingkari nilai-nilai Pancasila tentang keadilan sosial dan keadilan
spasial yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan Bangsa. Oleh karena itu,
menjadikan Pancasila sebagai landasan bagi proses pembangunan wilayah
memerlukan penguatan impelementasi yang serius. Sistem perencanaan pembangunan
nasional dan regional harus mampu mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila
kedalam kebijakaan, rencana dan program pembangunan secara jelas dan terukur
serta implementatif. Sebaliknya, kebijakaan, rencana dan program pembangunan
harus dapat dievaluasi, seberapa besar mampu memberikan kontribusi bagi
penanaman nilai-nilai Pancasila.
Pancasila
itu bukan bahasa Dewa,
Pancasila
itu harus mampu diimplementasikan
Pancasila
itu butuh keteladanan
Kita
sudah Pancasila ?
Berani
nulis dan Terus belajar
Terus
berbahagia dan menebar kebaikan
Barokallahu
fiikum
*Dosen
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Penulis
4 (Empat) Buku Perencanaan Pengembangan Wilayah