Ruang sebagai suatu wadah dalam mengekspresikan perilaku manusia
yang beragam, kemudian membentuk sebuah pergerakan didalam sebuah ruang.
Pergerakan tersebut tentunya memerlukan energi sebagai bahan bakar untuk tetap
terus bergerak demi bertahan dan melanjutkan hidup.
Dalam ilmu fisika, terdapat teori
hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa jumlah energi dari
sebuah sistem tertutup itu tidak berubah, ia akan tetap
sama. Energi tersebut tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan oleh
manusia, namun ia dapat berubah dari satu bentuk energi ke
bentuk energi lain.
Lalu, dimanakah kemudian manusia mendapatkan sumber perpindahan
energinya dari luar untuk bergerak?
Jawabannya ada pada lagu “kolam susu”. Check This Out.
Lirik Lagu Kolam Susu
Bukan lautan hanya kolam susu.
Kail dan jalan cukup menghidupimu.
Tiada badai tiada topan kau temuii.
Ikan dan udang menghampiri dirimu.
Bukan lautan hanya kolam susu.
Bukan lautan hanya kolam susu.
Kail dan jala cukup menghidupmu.
Tiada badai tiada topan kau temui.
Ikan dan udang menghampiri dirimu.
Orang bilang tanah kita tanah surga.
Orang bilang tanah kita tanah surga.
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Orang bilang tanah kita tanah surga.
Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman.
Lanjut
Nah sumber daya alam dalam hal ini seperti sawah,
kebun, hewan ternak, dan sebagainya merupakan sumber energi terbesar kita,
manusia hanya dititpkan dari sang Maha Kuasa, untuk dikelola dan digunakan
sesuai dengan porsinya masing-masing. Didalamnya ada supply (ketersediaan) dan
demand (kebutuhan) yang harus saling menyeimbangkan. Namun, sayangnya hawa
nafsu seorang manusia yang tak terkendali terkadang merampas keseimbangan itu.
Dibalik Meja Makan
Aku adalah seorang yang tinggal di sebuah rumah
sederhana yang letaknya berada dipedalaman suatu negeri. Disekitarnya kalian
dapat menikmati pemandangan indah, ada gunung, ada juga pantai. Sumberdayanya
juga begitu melimpah, ada banyak sawah, kebun, ikan, hewan ternak, hingga sutra
untuk bahan pakaian, yang semuanya itu telah tersedia layaknya sebuah hadiah
yang datang dari surga. Sumberdaya tersebut kami kelola sendiri sehingga tak
perlu lagi membeli dari luar. Kami aman, dan nyaman tinggal disini.
Rumah kami yang sederhana, sering didatangi
tamu-tamu dari luar, baik untuk menikmati keindahan alam sekitar ataupun
mengambil bahan pokok untuk dibeli dari kami.
Tamu-tamu ini, terkadang bilamana waktu makan
tiba, kami selalu mengajak mereka untuk makan bersama. Setelah selesai
makan, biasanya kami tidak langsung untuk membubarkan diri dari meja makan.
Kami menyempatkan berdiskusi beberapa hal dengan tamu-tamu tersebut.
Singkat cerita, pada suatu kesempatan berdiskusi
di meja makan, kami mendapatkan sedikit masukan bahwa sudah waktunya kami
meningkatkan kesehjateraan kami dengan merenovasi rumah, membeli perabotan
untuk mempercantik interiornya, serta membeli kendaraan untuk sewaktu-waktu
digunakan untuk berekreasi.
Kamipun lalu terbawa. Benar, sudah saatnya kami
meningkatkan kesehjateraan diri. Apalagi tamu tersebut siap membantu kami
mengurus segala urusan tersebut.
Kamipun lalu menjual beberapa lahan yang kami
miliki kepada tamu tersebut, untuk dijadikan modal membangun rumah, dan membeli
segala keperluan isinya termaksud kendaraan, dan lagi-lagi tamu tersebut mau
membantu kami untuk membeli lahan yang akan kami jual.
Seiring berjalannya waktu kami menikmati hasil
dari apa yang kami bangun, rumah yang indah serta kendaraan yang mewah. Namun,
sayang hal itu tak berlangsung lama. Kami kekurangan bahan pokok pada saat
musim paceklik datang, hal ini karena gudang bahan makanan kami sudah tidak
memiliki cadangannya, diakibatkan lahan yang kami punya sudah tidak seluas
dengan yang kami miliki sebelumnuya. Lahan yang kami jual juga sudah beralih
fungsi menjadi bangunan beton. Sehingga betul-betul bila situasinya seperti
ini, kami harus mengambil bahan makanan dari luar. Padahal, kami sendiri adalah
petani, nelayan, dan peternak.
Negara dan Tata Ruang
Cerita dibalik meja makan tersingkap sebuah cerita, bahwa ruang
yang didalamnya diisi oleh sumberdaya alam penghasil energi pergerakan manusia,
ternyata memiliki keterbatasan produksi. Oleh karena itu, sebagai seorang
penata ruang yang tugasnya mengelola setiap jengkal ruang yang ada di Negara
ini, memiliki tanggungjawab yang besar tidak hanya untuk memperindah wilayah
atau kota saja melalui pembangunan infrastruktur. Akan tetapi, juga harus
kemudian menjamin kelangsungan hidup masyarakat yang ada didalamnya.
Adapun, untuk mengatur hal tersebut. Negara telah mengamanatkan
pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menjelaskan bahwa "bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". Hal ini senada dengan
penjelasan BAB I Pasal 1 UU No.26 Tahun 2007 mengenai penataan ruang, yang
mengidentifikasi "Ruang” yaitu suatu wadah yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya".
Ada Apa Anatara Negara dan Tata Ruang?
Ada apa antara negara dan tata ruang? Begini, bila kita menarik
esensi dari kedua pasal perundang-undangan tesebut, maka kita akan menemukan
bahwa kedua pasal tersebut memiliki komponen materi yang sama, materi tersebut
membahas akan kekayaan sumber daya alam yang semestinya dikelola atas dasar
kemakmuran rakyat untuk memelihara kelangsungan hidup (energi) makhluk yang ada
didalamnya. Kesimpulannya, ternyata bahwa wujud tata ruang secara tidak
langsung merupakan seluruh bentuk negara itu sendiri. Sederhananya Tata Ruang =
(sama dengan) Menata Negara itu Sendiri.
Negara dan Tata Ruang yang berwujud satu, memiliki tujuan dan
cita-cita Bangsa yang dijabarkan dalam Pancasila, UUD 1945, Trisakti, dan
Marhaenisme. Namun, Sejak 6 (enam) dekade pemahaman akan kebangsaan ini, kemduian
dijauhkan dari pembentukan dasar pemikiran anak Bangsa, sehingga terkikisnya
semangat nasionalisme yang tumbuh dari hal tersebut mengakibatkan mental untuk
berfikir dan berbuat kepada Bangsa, kemudian hanya diukur sejauh kepentingan
pribadi/golongan tercapai, bukan kepada kepentingan bersama yang efeknya lebih
memiliki jangka panjang dikemudian hari. Sehingga, bila hal ini dimaksudkan
kepada suatu karya penataan ruang. Maka, bisa kita pahami bahwa terkadang hasil
perencanaan penataan ruang itu hanya sebuah deskripsi dari kepentingan beberapa
orang, yang merugikan begitu banyak orang. Seperti cerita “dibalik meja makan”
dengan pelaku tamu yang membisikan masukan yang sebenarnya tidak relevan dengan
kebutuhan sang tuan rumah.
Pancasila, UUD 1945, Trisakti, dan Marhaenisme berkembang menjadi
sebuah simbolitas semata di zaman orde baru hingga zaman demokrasi hari ini, ia
kemudian telah kehilangan ruhnya sejak saat itu. Bahkan, dalam pembangunan
Nasional, pemahaman trisakti dan perhatian akan kaum marhaen menjadi tidak
begitu penting untuk dijunjung sebagai suatu kebutuhan yang mendesak terhadap
hajat hidup masyarakat. Sehingga, masuknya pasar modal pada masa orde baru
tersebut, serta ditambah dikelolanya berbagai sumber daya alam oleh pihak
asing, menjerumuskan kita kemudian kepada tatanan negara (tata ruang) yang
tidak berpihak kepada pemerataan kesejahteraan dari berbagai
kelas. Pembangunan diukur dari nilai naiknya pendapatan negara atau
persentase peningkatan berbagai aspek pembangunan, bukan pada kondisi nyata
dengan melihat seberapa banyaknya jumlah masyarakat yang telah sejahtera untuk
kemudian dapat menghidupi diri sendiri dan keluarganya.
Tantangan Perencana
Negara dan Tata ruang, sekali lagi merupakan tanggungjawab yang
begitu berat, yang diemban oleh seorang perencana tata raung. Penulis kemudian
ingin menitipkan, bahwa sumberdaya alam merupakan indikator utama dalam
pembangunan suatu wilayah, agar pada saat kita membangun suatu infrastruktur
kita tidak melupakan faktor keseimbangan sumberdaya alam yang ada.
Adapun pada konteks prinsip perencanaan, tentu sebaiknya perencana
memahami sejarah Indonesia dan pemahaman nilai-nilai tujuan serta cita-cita
kebaangsaan kita, baik Pancasila, UUD 1945 tanpa amandemen, Marhaenisme, dan
Trisakti yang menjadi satu. Memahami hal tersebut, memberikan kita akan
penglihatan yang luas bahwa sedari dulu ternyata kita sedang tidak berjalan
kemana-mana, kita tidak sedang membangun suatu peradaban bangsa kita sendiri.
Sebaliknya, kita memajukan peradaban bangsa lain yang telah jauh maju kedepan
meninggalkan kita yang tetap teriam ditempatnya.
Penjajahan Negara (Tata Ruang) memang tidak sedang memakai peluru,
granatnya, tank-tank, kapal-kapalnya ataupun pesawat-pesawatnya,
Penjajahan sedang membelenggu hati, fikiran, dan tindakan setiap Individu
Bangsa Indonesia dalam bentuk keserekahan yang berada pada sebuah sistem.
Pahamlah sejarah, karena
dalam Al-Qur'an sendiri terkandung 35 surah dengan jumlah kurang lebih 1600
ayat dari 6342 ayat yang membahas tentang sejarah. Hal, ini diciptakan tentunya
sebagai bahan pelajaran bagi manusia agar dapat mengetahui langkah kakinya
kedepan. Presiden Soekarno pun dalam pidato terakhirnya sebagai presiden telah
mengingatkan kita melalui pidatonya yang diberi judul JAS MERAH "JAngan
Sekali-kali MElupakanj sejaRAH".
Penulis : Febrianto Samin